Sebagian masyarakat Indonesia tidak percaya dengan pemerintahnya. Apapun yang dikatakan pemerintah seakan-akan dianggap hoax saja. Masyarakat juga melabelisasi semua kebijakan pemerintah. Masyarakat menganggap semua tindakan pemerintah,diikut campurkan dengan politik
Apa terlalu sulit ya untuk percaya?
Seberapa besar pemerintah telah mengecewakan sehingga sulit untuk percaya kembali?
Diluar semua kepentingan-kepentingan yang ada jikalau benar adanya, just be aware with yourself, protect yourself from this pandemic. Mulai dari mikirin diri sendiri aja cukup gak usah mikirin orang lain dulu..
Kamu keluar rumah sesuka hati, apa gak takut tertular virus dari orang lain?
Gue yakin pemerintah udah menyiapkan "bekal" kita selama ber-PSBB (pembatasan sosial berskala besar) , tapi memang harus ada prosedur yang harus di lalui. Lambat? Mungkin, karena "tatanan" kita belum serapi negara-negara lainnya.
Di daerah gue, masih banyak yang keluar rumah untuk membeli baju lebaran dan pernak pernik persiapan lebaran lainnya, gue yakin gak semua dari mereka mampu secara ekonomi, ada juga yang prasejahtera dan belum terjamah bantuan apapun.
Pasar dibuka, hak penjual dong untuk membuka tokonya. Tinggal kita sebagai masyarakat harus bijak untuk membeli, membuat kerumuman atau beramai-ramai. Udahlah, dirumah aja, apa susahnya sih. Beli pakaian baru, buat apa? Toh kita dirumah aja kok. Selama kita gak kemana-mana, segimanapun pusat perbelanjaan di buka, bandara dibuka, jalanan bebas diakses, and such like that, gak bakalan rame karena kita just stay at home. Keluar rumah kalau ada yang penting. Waahh.. Emosi saya melihat kumpulan masyarakat ngeyel ini.
Gue heran, mereka berteriak menanyakan bantuan pemerintah dan menunggu tindakan dari pemerintah tapi mereka melakukan suatu "pemborosan". Bagi yang butuh bantuan pemerintah, Uang untuk membeli baju lebaran, bisa kita simpan untuk cadangan hal buruk dimasa depan kalau terjadi, dan semoga, hal buruk ini cepat berakhir, tapi namanya juga "persiapan" harus ada sebelum terjadi. Atau, apa bantuan pemerintah digunakan untuk membeli hal-hal untuk persiapan lebaran?
Untuk yang mampu, gak ada salahnya untuk lebih memberi.
Mereka-mereka yang keluar rumah, kebanyakan menghiraukan semua anjuran pemerintah seperti tidak pakai masker, tidak social distancing, tidak physical distancing, anak kecil tidak pakai masker dan dibawa ditengah kerumunan, miris? Iya..
Bagi gue yang menerapkan PSBB ini, benar-benar gak habis pikir. Mereka gak sayang dirinya sendiri. Kalau gak ada tindakan dari diri sendiri, gue rasa pandemic ini akan ada disekitaran kita selamanya, apa kita harus tunggu Corona jadi biasa aja?, nunggu tubuh memproduksi sistem imun untuk defense sama Corona dengan sendirinya. #IndonesiaTerserah
Sejauh ini, bagi segelintir orang, pandemic ini di anggap gak ada, Corona sama dengan hoax, makanya mereka masih bisa bertindak sesuka mereka.
Mungkin obrolan dimasa depan bakalan kayak gini yaa. **just saying, tanpa maksud menyinggung pihak manapun**
A : gue gak jadi nongkrong ya
B : kenapa?
A : iya, gue sakit nih
B : sakit apa?
A : flu, kayaknya kena Corona nihh
B : Ohh.. Corona, cek ke dokter gihh
A : iya, nih udah di RS
Di dokter,
A : saya sakit kepala, mual, sakit tenggorokan, nafas sesak
D : saya pemeriksa dulu ya pak
A : --
D : dari gejalanya, bapak terinfeksi Corona
Sebaiknya bapak istirahat dirumah
Tingkatkan daya tahan tubuh
Ini obatnya
A : iya dok, terima kasih
Andai sesimple ini yaa, tenaga medis gak perlu menggunakan APD yang gue yakin pakaian itu gak begitu nyaman. Gak kebayang keribetan mereka dirumah sakit kayak gimana, karena penyakit bukan Corona saja.
Disisi lain, selain tenaga medis, mereka yang juga ada di garda terdepan adalah polisi, TNI, dan mereka-mereka yang menjadi perpanjangan tangan pemerintah untuk memberi bantuan.
Gue bakalan bahas yang bantuan sosial aja.
Masyarakat gak pernah tau apa yang tenaga sosial lakukan demi bantuan mereka segera cair. Tenaga sosial rela begadang berhari-hari menginput data penerima bantuan, mengorbankan daya tahan tubuh mereka agar bantuan ini terkoordinir dengan baik, agar tepat sasaran.
Mereka dianggap pahlawan? Tidak!
Mereka disalahkan karena bantuan-bantuan yang diberikan pemerintah tidak tepat sasaran. Tidak tepat sasaran karena sanak saudara atau dirinya sendiri tidak mendapatkan bantuan apapun, padahal orang tersebut sudah mampu secara ekonomi. Atau bahkah, karena musuhnya di kampung mendapatkan bantuan pemerintah, mereka tidak terima sehingga memberi label "tidak tepat sasaran", padahal, bisa jadi orang tersebut sangat layak mendapatkan bantuan.
Sorotan ada di tenaga sosial karena mereka dinilai lamban, tidak tepat sasaran, mementingkan keluarga dekat, tetangga dekat. Dan sampai-sampai ada pertumpahan darah karena bantuan-bantuan ini. Miris? Absolutely.
Gue yakin, bantuan-bantuan yang telah diberikan melalui segelintir upaya yang maksimal. Kalau ditemukan ketidak tepatan dilapangan, maklum, tenaga sosial juga manusia, bisa khilaf. Kawal aja setiap bantuan yang turun, bisa didiskusikan, tanpa harus membuat sesuatu menjadi viral. Human error itu pasti ada, dan gue yakin dalam jumlah yang kecil. Tapi masyarakat cenderung melihat sisi human error yang nilainya jauh lebih kecil daripada "ketidak error an".
Diluar ketidak percayaan kita terhadap pemerintah, ayok #dirumahaja, berhemat, lakukan hal yang penting-penting aja, jangan macem-macem, jangan mudik. Jangan bersikap seakan-akan keluarga merindukan kamu. Hahaha. Demi kebaikan kamu juga kok.
Berpikir sebelum bertindak dan berbicara, lebih bijaklah, sayangi diri sendiri, anggap setiap orang membawa virus yang bakalan menularkan ke kita, tapi jangan anggap remeh orang lain, jangan sampai kita hilang silaturahmi karena menganggap semua orang pembawa virus. LEBIH BIJAKLAH, itu saja.