Annyeong chingudeul~~~
Sudah 7 bulan kita berada di tengah pandemi, dan
gue kayak useless sebagai manusia, 7
bulan berjalan tanpa makna tapi tanpa
adanya pandemi-pun kehidupan gue bakalan kayak gitu aja. What should i do with my life?. Perbedaan mendasar yang gue rasakan
adalah ketidak bebasan gue untuk keluar masuk daerah orang lain, itu aja. Bagi
beberapa orang, di tengah pandemi seperti sekarang ini sudah pasti mengalami
kerugian yang sangat besar, tapi gue, bodo amat sama masalah orang lain, bukan
urusan gue dan selama tidak berhubungan dengan kelayakan hidup gue, gue gak
bakal peduli. **Se_tidak peduli itu kah gue dengan kehidupan orang lain?**
***gue rasa gue peduli, tapi pretending
to be not care with others***
No
matter what happened in our life lately, gue butuh piknik,
sumpah. Tapi gue lumayan “aware” sama
pandemi ini, gue gak mau keluar daerah karena gue gak mau “menjemput” Corona
buat keluarga gue atau orang-orang disekeliling gue. Gue memilih untuk tidak
egois, tapi endingnya mengorbankan kesehatan batin gue yang terpenjara kegiatan
yang unfaedah.
Payakumbuh dan Limapuluh Kota adalah salah satu
surganya wisata alam di Sumatera Barat, gue salah satu warga Limapuluh Kota. So, kenapa gue harus memikirkan
tempat liburan yang jauh didaerah lain
sedangkan di daerah gue sendiri ada bermacam-macam tempat wisata. Tapi
kesombongan gue selalu muncul karena gue merasa seluruh tempat wisata
Payakumbuh dan Limapuluh Kota pernah gue jamah. Itu Cuma perasaan gue aja, gue
tau. Kenyataannya ada banyak hidden tourist
spot didaerah ini yang bahkan gue gak tau keberadaannya.
Salah satu tempat wisata hype di Limapuluh Kota adalah Lembah Harau. Setiap orang yang
pernah berkunjung ke Payakumbuh atau Limapuluh Kota bisa dipastikan mengunjungi
tempat wisata ini. Bagi gue pun, lembah harau merupakan tempat wisata yang
sangat lumrah, bagi gue udah gak menarik karena gue mengunjungi tempat ini
berkali-kali.
But
wait,
lembah harau juga punya hidden tourist
spot yang gue yakin baru dikunjungi oleh orang setempat atau beberapa orang
yang di-guide-in warga setempat.
Namanya Sarasah Murai. Sempat happening
dikalangan warga Limapuluh kota dan Payakumbuh beberapa tahun yang lalu, tapi
bagi gue, Sarasah Murai ini adalah salah satu tempat baru yang “harus” gue
kunjungi.
Sarasah murai adalah salah satu air terjun yang
terdapat di lembah harau. Dulu katanya, di air terjun ini burung-burung murai
sering bertengger dan bercengkrama disana, makanya warga setempat menamai air
terjun ini dengan sarasah murai. Menurut google sih gitu.
Sarasah murai berlokasi di pedalaman lembah harau,
lokasi persisnya silahkan google maps yaak.. hahaha.. i’m sorry ‘cause i’m a bad tour guide, karena gue buta alamat dan
susah menjelaskan detail sebuah
alamat. Sedikit gambaran lokasinya, setelah memasuki gerbang menuju lembah
harau, kemudian lewati jalan lurus tersebut, mentok dipersimpangan, pilih arah
kiri, dan lurus sampai chingudeul menjumpai tanjakan terjal. And be calm, gak sampe tanjakan itu kok,
sebelum tanjakan, chingudeul bakalan ketemu jalan kecil arah kanan. If you are not sure, ask me to bring you
there. If i’m available, i will bring you there, dengan syarat kalo gue gak
lupa sama alamatnya~~~~~~
Untuk kondisi jalannya sendiri, sama kayak hidup
gue, kadang mulus kadang bergelombang, kadang bisa bergerak kencang, kadang
harus melambat, tapi kita gak boleh nyerah karena kalau menyerah kita gak
bakalan sampai ke tujuan. *hahaha, apaan sih gue??**. Tapi ini serius, kita
harus melewati jalan aspal, jalan berkerikil, dan jalan tanah. Sesampainya di
tempat parkir, kita gak otomatis sampai ke tujuan, kita harus melewati jalan
tanah lagi dengan berjalan kaki karena tidak bisa menggunakan kendaraan
bermotor. Berjalan sekitar 8-10 menit, mungkin. Tergantung kecepatan
chingudeul, gak terlalu jauh dan gak terlalu deket juga, gue lupa ngukur waktu
tempuh untuk berjalan kaki.
Setelah berjalan kaki dari tempat parkir,
Vooallaaaa... Sarasah Murai ada di depan mata lo, dan itu indaaahhh...layaknya
air terjun lainnya, tapi gue rasa, ini adalah pertama kalinya gue liat air
terjun seperti ini. Untuk lokasinya sendiri, menurut gue gak terlalu luas, tapi
beruntungnya, pengunjung gak disana tidak terlalu ramai.
Sesampainya disana silahkan lakukan hal yang
pantas untuk dilakukan sesuai dengan kaidah yang berlaku pastinya. Jangan lupa
berfoto sebelum seluruh tubuh basah 'cause it having a good background.
Sesampainya gue disana, debit air lumayan teratur,
tidak deras, i think it was perfect. Gak
perlu takut untuk gak bisa berenang karena disana we don’t need swimming’ skill. Yang harus diperhatikan adalah
tingkat kehati-hatian kita sewaktu melangkahkan kaki karena di sekitar kolam full of stones yang menurut gue gak
begitu licin. Hal ini menandakan bahwa batu-batuan disana sering dijamah sehingga
lumut-lumut yang bisa menyebabkan batu licin tidak bisa tumbuh. Jangan lupa
bawa sendal karet atau sendal gunung untuk proteksi kaki kita dari bebatuan,
karena bagi gue lumayan menyakitkan untuk injak batu-batuan dengan kaki
telanjang.
Enjoy
the view~~
Yang perlu diperhatikan adalah tidak ada orang
yang berjualan makanan di area air terjun. Dan itu adalah tanggung jawab kita
untuk menemukan makanan masing-masing setelah kedinginan bermain di bawah air
terjun. Beruntungnya, kami membawa bekal makanan yang cukup untuk makan,
sehingga kami terselamatkan. Kekurangan tempat ini adalah ketersediaan tempat
untuk makan yang sangat minim. Kami makan di tempat yang seadanya, hampir
bergabung dengan beberapa sampah-sampah.
Kesalahan pengunjung yang belum bisa gue pahami
sampai sekarang adalah tingkat awareness
masyarakat terhadap kepedulian mereka akan sampah. Gak susah kok bawa sampah
kita keluar dari area wisata, bagi gue. Kenapa ya masyarakat kita gak bisa aware sama sampah? Segitu susahnya kah
buat keep sampah masing-masing? Be smart gais~~