“Kalo Gue tau kehidupan “orang dewasa” bakalan sepicik
ini, Gue pasti berdoa untuk terlahir tanpa harus menjadi “dewasa”.
Sedih banget gak sih kata-kata ini. Gue Gaeguri, cewek
yang udah menginjak 25 tahun dan ditahun ini akan berusia 26 tahun, dan tahun
depan bakalan berusia 27 tahun dan 10 tahun yang akan datang dari sekarang akan
berusia 36 tahun, dan yaaa… teman-teman itung aja sendiri yaakk, hahaha.. dan
sekarang gue masih sendiri (iyaa… gue jomblo, and I still happy dan kadang gue
terlihat tidak bahagia atas kejombloan gue ini, and I still survive, it’s okay
to be alone, gak ada salahnya, (oke gue tau gue Cuma menghibur diri, karena
kenyataannya, gue butuh teman untuk berkeluh kesah, seseorang yang gue percaya,
but I don’t have that person, so gue curhat ke blog aja, gue mau menunjukkan
kepada google kalau gue dilema, galau, I need to talk T_T).
Jika usia adalah patokan sebuah “kedewasaan” gue yakin
di usia gue sekarang ini gue udah termasuk salah seorang yang dewasa, at least
sudah belajar untuk menjadi dewasa. Gue terkadang terlihat dan bersikap seperti
“anak kecil” karena muka gue yang baby face dan gue yakin muka gue tidak
mencerminkan seseorang yang berusia 25 tahun (betapa Pede-nya gue atas ke_baby
face_an ini, dan gue berharap teman-teman semua mempercayai keputusan gue untuk
menobatkan diri sebagai seseorang yang baby_face, Gue mohon!), tapi dengan
sikap yang kadang “seperti anak kecil” ini, di suatu sisi, gue mempunyai
kedewasaan yang mendalam (apaan sihh?).
Gue terlahir dari keluarga yang “bermasalah”
(keluarga mana sih yang gak punya masalah?) dan atas permasalahan-permasalahan
yang ada di 25 tahun kehidupan gue menjadikan gue orang yang lebih “dewasa”
sebelum waktunya. Dan karena sifat gue yang pendiam, menjadikan gue lebih
sering melihat sekeliling gue, lebih sering menilai orang lain dan belajar dari
orang lain itu untuk bersikap “seharusnya”. Banyak permasalahan-permasalahan
yang pernah gue hadapi dan orang lain hadapi yang pernah gue saksikan. Dan dari
kejadian-kejadian itu, gue menyadari “kedewasaan” bukan tentang usia. Dan gue
tidak mengerti “penilaian” tentang “kedewasaan” ini parameter dan variable penilaiannya
harus berdasarkan apa, tapi yang jelas, usia bukan patokan.
Jika usia adalah patokan kedewasaan, seharusnya
semakin tua seseorang tingkat kedewasaannya semakin meningkat. Dan yang gue
temui di sekeliling gue, justru semakin tua seseorang, seseorang tersebut
semakin “kekanak-kanakan (Read : tidak dewasa)”.
Sikap orang dewasa yang tua yang gue temui
misalnya, si-Ani berteman dengan si-Budi, dan si-Ani musuhan dengan si-Cici,
karena si-Ani dan si-Budi berteman, maka si-Ani menghasut si-Budi untuk musuhan
juga dengan si-Cici., (gue harap kalian paham). atau si-Ani berteman dengan
si-Budi, si-Cici berteman dengan si-Didi, karena si-Ani musuhan sama si-Cici,
si-Didi juga ikut dimusuhi oleh si-Ani karena si-Didi terlalu dekat dengan si-Cici. Seperti itukah sikap seseorang yang “dewasa” ? . gue seriusan nanya, .SEPERTI ITUKAH SIKAP SESEORANG YANG "DEWASA" ? kadang
gue sangat miris melihat situasi yang seperti ini, dengan keadaaan yang seperti
ini, gak ada bedanya dengan “Gue” dijaman gue SD dulu.
Kalau “sikap” ini bisa
dikatakan “Dewasa” berarti, di jaman gue SD sudah menggambarkan kedewasaan gue.
Gue yakin ini salah. Gue yakin, seseoarang yang dewasa tidak akan mencampur
aduk-an permasalahannya dengan satu orang dengan orang lain. Sebagai seorang
cewek single 25 tahun, gue gak mudah terhasut sama permasalahan-permasalahan
orang lain dengan orang lainnya. Gue “masa bodoh” dengan permasalahan orang
lain, mau orang lain itu musuh bebuyutan, I don’t care, selama itu tidak ada
urusannya sama gue.
Contoh lainnya, si-Ani gak suka sama si-Budi karena KATANYA si-Cici, si-Budi punya teman yang suka keluyuran malam. Orang dewasa, gue kira
tidak mudah terpengaruh sama “kata” orang lainnya yang faktanya belum tentu
benar. Gue kalau gak suka sama orang yaa gak suka aja, dan kalaupun suka dengan
orang lain, yaaa suka aja. Tidak ada alasan khusus untuk gue bisa suka tau
tidak dengan orang lain. Dan bagi gue memusuhi orang lain karena hasutan orang lain atau cuma ngikutin orang lain adalah kekanak-kanakan.
Orang-orang dewasa disekeliling gue terlalu peduli
dengan orang lain, tapi lupa dengan dirinya sendiri. Misalnya, terlalu peduli
dengan penampilan orang lain, peduli dengan apa yang dikenakan orang lain,
peduli dengan pendapatan orang lain dan parahnya juga peduli dengan hutang
orang lain. orang-orang dewasa disekeliling gue terlalu peduli atas kesalahan apapun yang orang lain perbuat. Sebegitu pentingnya bagi mereka menghitung “kesalahan”
yang dilakukan orang lain. yaa… mungkin
mereka ingin mengingatkan orang lain supaya orang lain itu do something yang
berpahala dan berkah doang, apa itu penting banget yakkk??. Sejujurnya gue
pengen berkata kasar, tapi gue tau itu sikap bodoh. Oke.. jangan berkata kasar,
Gaeguri !!!
Sebagai orang yang "bodo amat" dengan apapun, bagian menasehati orang lain dengan hal yang tidak penting adalah buang-buang
waktu dan don’t judge other with your stupid thought. Gue yakin apapun yang
dilakukan orang lain, mereka tau apa resikonya, mereka tau konsekuensinya,
mereka tau apa yang salah dan benar dan mereka paham dampaknya apa. Stop judging,
it is disgusting, menurut gue.
Banyak orang dewasa yang sok meng-gurui dan
berlomba-lomba untuk menjadi nomor satu. Apa penting di kehidupan ini selalu
menjadi nomor satu, apa sebegitu pentingnya menjadikan sesuatu di kehidupan ini
seperti sebuah perlombaan? Suatu perlombaan yang jika kalah maka kita bersiap
untuk menginjak orang lain agar suatu saat bisa menjadi nomor satu.?. berambisi
untuk menjadi yang terbaik itu penting, tapi terlalu berambisi dan menunjukkan
kepada orang lain kalau kita “baik” apa itu penting? Apakah sikap orang dewasa
seperti itu?? Kalau itu dimaklumi menjadi sikap orang dewasa, apa bedanya
dengan anak Taman kanak-kanak yang menangis kepada orang tua karena kalah dalam
suatu permainan petak umpet??
Gue yakin, orang-orang yang benar-benar dewasa tidak
sepicik itu, orang dewasa lebih bisa mengalah, bukan berarti mereka kalah, tapi
dengan mengalah mereka bisa menunjukkan bagaimana arti sebuah kemenangan. Orang-orang
dewasa banyak memilih diam karena mereka yakin dengan mereka diam, bisa
menjawab “ketidak dewasaan” seseorang. Orang dewasa tidak berpikiran sempit,
orang dewasa bisa melihat sedikit celah kebaikan dari keburukan orang lain.